Laman

Teori Sederhana tentang Hidup dan Belajar

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmullah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (96:1-5)

“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (31 : 27)

Dari dua ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa tugas utama manusia adalah untuk belajar. Andaikata seluruh hidup manusia dihabiskan untuk belajar, itupun sama sekali tidak cukup untuk memetik sedikit ilmuNya. Tidaklah layak bagi seorang manusia untuk merasa bahwa dirinya sudah memiliki cukup ilmu sehingga merasa tidak perlu belajar lagi. Belajar adalah mulai dari ayunan sampai ke liang lahat. Dan segala kegiatan lain, termasuk bekerja dan mengajar, adalah berada di sela-sela kegiatan belajar atau seharusnya mengandung proses belajar. Bekerja dan mengajar dibatasi oleh waktu dan umur, tetapi tidak dengan belajar.

Ilmu jauh lebih penting daripada harta. Inilah ucapan sayidina Ali tentang hal itu:
“Ilmu itu warisan para Nabi dan harta itu warisan Qarun, Syaddad, Fir’aun, dan lainnya. Ilmu menjagamu sedang engkau menjaga harta. Pemilik harta mempunyai banyak musuh dan pemilik ilmu mempunyai banyak teman. Apabila kau belanjakan hartamu, ia akan berkurang dan jika kau amalkan ilmu mu ia akan bertambah. Pemilik harta bisa di panggil si pelit dan menjadi hina, sedangkan pemilik ilmu di panggil dengan sebutan agung dan mulia. Pemilik harta akan di hisab pada hari kiamat, sedangkan pemilik ilmu akan memberi syafaat pada hari kiamat. Harta itu makin lama di diamkan makin bertambah usang, sedangkan ilmu tidak bisa lapuk dan usang. Harta bisa membuat hati menjadi keras, sedang ilmu itu menerangi hati. Pemilik harta di katakan sebagai pemilik dengan sebab harta, sedangkan orang yang berilmu mengaku sebagai Hamba Allah. Andaikata mereka bertanya tentang ini, niscaya akan ku jawab dengan jawaban yang lain selama aku masih hidup.”
Analogi lain yang lebih ekstrim adalah mengibaratkan ilmu sebagai air sumber pegunungan dan harta sebagai air lautan. Yang satu menyegarkan dan menyehatkan, sedangkan yang lain hanya menambah kehausan saja. Tentu saja dalam kenyataannya tidaklah seekstrim itu. ‘Jer basuki mawa bea’, harta diperlukan untuk menuntut ilmu, terutama ilmu-ilmu lahiriah. Tetapi untuk ilmu batiniah, memang harta tidaklah terlalu dibutuhkan, bahkan terkadang malah diharamkan. Harta perlu untuk hidup, dan harta diperoleh dengan bekerja. Meskipun demikian, seringkali bekerja melalaikan orang untuk selalu belajar. Maka bekerjalah sambil belajar, atau lebih baik lagi, bekerja yang belajar. Tak jarang juga yang mengatakan bahwa banyak harta akan memudahkan untuk beramal demi umat. Hal ini adalah benar, tetapi nasib manusia adalah di tangan Tuhan, rejeki ditanggung Tuhan, dan manusia hanyalah sekedar perantara. Dan bagaimanapun juga ilmu jauh lebih baik daripada harta.

Hal lain yang sering melalaikan orang dari belajar adalah mengajar. Betapa banyak orang yang sibuk mengajar sehingga lupa untuk belajar lagi. Jika seseorang mengajar satu, maka seharusnya dia belajar minimal satu lainnya, dan lebih baik lagi jika dia belajar lebih dari satu. Salah satu buku dari rak sebelah dengan tegas mencantumkan bahwa mengajar adalah salah satu dari sepuluh hambatan utama dari pencapaian kesucian pikiran. Tentu saja ini bukan berarti dilarang untuk mengajar, karena ilmu yang bermanfaat adalah satu dari tiga amal manusia yang tidak putus setelah mati. Mengajar sangatlah besar pahalanya, selama itu dilakukan dengan penuh keikhlasan dan kesadaran bahwa ilmu adalah milik Tuhan, dan guru hanyalah sebagai perantara saja. Sehingga dalam berdakwahpun harus selalu disertai kesadaran bahwa: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (28:56). Mengajar tidak boleh melalaikan untuk terus belajar.

Lalu untuk apa belajar kalau tidak dimanfaatkan untuk bekerja atau mengajar? Tentu saja ilmu yang bermanfaat adalah yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk kegiatan bekerja dan mengajar. Tetapi manfaat yang sebenarnya adalah untuk diri sendiri, karena kelak manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri-sendiri. Manusia akan dinilai berdasarkan berat timbangan amalnya, berat amal sangat tergantung kepada kadar keimanan (innamal a’malu binniyat), dan kadar keimanan akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman dan ketinggian ilmunya. Belajar akan meluaskan wawasan manusia tentang hidup dan kehidupan. Belajar akan meningkatkan pemahaman tentang dirinya sendiri dan hubungan dengan Tuhannya. Dan itu semua akan menambah dan meningkatkan kadar keimanan. Maka hidup adalah belajar, belajar, dan belajar.

Referensi: dikutip dari sana sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[Ke Atas]