Tujuh Tingkat Perenungan (2) - Perbuatan
Setiap manusia pasti pernah melakukan perenungan. Sayangnya kebanyakan perenungan dilakukan padasaat seseorang itu ditimpa oleh suatu kegoncangan jiwa, sebagai contoh yang umum adalah kesedihan. Semakin besar goncangan, maka semakin dalam sebuah perenungan. Inilah sebabnya banyak seniman yang karyanya bagus hanya diawal-awalnya saja. Sesudah terkenal dan kaya, maka biasanya kebutuhan terhadap perenungan akan menurun drastis. Maka segala ilham dan inspirasipun menjauh dan menjadi dangkal.
Kedalaman suatu perenungan dapat dijaga dengan suatu ritual tertentu. Ritual ini bisa berupa amalan umum dari agama yang dianut oleh seseorang, ataupun dari sumber-sumber lain seperti dari guru spiritual. Amalan yang berasal dari ritual agama, selain ibadah yang diwajibkan, adalah sangat baik jika ditambah dengan suatu ritual amalan tambahan. Ritual ini tidak harus yang berat, bahkan sangat disarankan yang ringan saja, yang sekiranya mudah dan tidak kerepotan untuk dilaksanakan. Kuncinya adalah di ketekunan dan tidak terputusnya suatu amalan. Ibarat menggali sumur, maka penggalian sebaiknya dilakukan ditempat yang sama yang telah disarankan, dan dilakukan terus menerus tanpa putus, sedikit demi sedikit sampai bertemu dengan sumber air yang dicari. Amalan yang terputus-putus ibarat galian yang terkubur tanah kembali.
Kunci dari ketekunan amalan adalah di niat awalnya. Niat adalah bibit dari tekad. Tekad yang kuat akan meringankan amalan seberat apapun. Tetapi tekad ini naik turun kadarnya sesuai dengan kondisi mental dan fisik seseorang. Niat yang benar akan menjaga agar tekad tidak padam sama sekali pada saat di titik terendah. Tetapi tanpa niat yang benar, maka suatu tekad akan lenyap begitu saja biarpun tadinya begitu berkobar-kobar seolah-olah tidak akan bisa padam. Seiring dengan berjalannya waktu, maka amalan yang dikerjakan tanpa putus, akan mengangkat tekad seseorang ke level yang tinggi, bahkan tanpa disadarinya sendiri.
Pentingnya amalan bagi sebuah perenungan adalah untuk menyiapkan badan, pikiran, dan jiwa, sehingga siap untuk melakukan perenungan yang dalam. Ibarat membumbui daging yang akan dimasak, bumbu tidak akan meresap jika hanya dioleskan sekedarnya saja. Amalan ataupun goncangan jiwa ibarat memukul-mukul daging atau merebusnya sehingga lunak, agar bumbu bisa meresap. Suatu pelajaran hidup akan terjadi berulang-ulang sampai seseorang bisa mengambil hikmahnya, dan dinyatakan lulus untuk menuju pelajaran berikutnya. Karena itu lebih baik jika seseorang mau untuk menetapkan dirinya menjadi seorang perenung sejati, daripada harus menjadi perenung hanya pada saat ditimpa kegoncangan. Niat untuk menjadi perenung seumur hidup bukanlah untuk golongan manusia tertentu saja. Setiap manusia seyogjanya mau menetapkan dirinya untuk menjadi seorang perenung seumur hidupnya, dimulai dari saat ini, dimulai dengan menetapkan niat yang benar, dan diiringi dengan doa yang benar.
Referensi: sebuah buku tipis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar